AKHLAK MURID KEPADA GURU
PENDAHULUAN
Masih ingat penggalan lagu ini “ Oh
Ibu dan Ayah selamat pagi, ku pergi sekolah sampai kan nanti, Selamat belajar
nak, penuh semangat, rajinlah selalu
tentu kau dapat, hormati gurumu sayangi teman, itulah tandanya kau murid
budiman” (Ciptaan Ibu Sud). Lagu ini sangat sederhana sekali namun memiliki
makna yang mendalam. Seorang pelajar senantiasa diajarkan untuk senantiasa
meminta doa restu ayah-bundanya setiap kali pergi sekolah belajar. Kemudian
nasehat yang singkat namun luar biasa untuk senantiasa penuh semangat pasti
akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Tak kalah pentingnya adalah menghormati (memuliakan)
guru gurunya dan menyayangi teman teman sebagaimana menyayangi saudara kandung
sendiri. Jika hal tersebut maka pantas seorang pelajar itu disebut sebagai
murid yang budiman. Keberhasilan pelajar yang paripurna adalah menjadi orang
yang handal dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang teknologi (IPTEK) yang
digelutinya serta iman dan taqwa (IMTAQ) dicerminkan dengan akhlak ilmuwan yang
mulia.
Memuliakan guru merupakan salah satu
poin penting yang harus senantiasa dilakukan oleh seorang pelajar dalam
menuntut ilmu yang berkah. Memang seiring dengan kemajuan teknologi ilmu
pengetahuan dapat diakses dimana saja melalui media internet yang sudah tinggal
klik dalam genggaman tangan kita. Namun lantas tidak melupakan peran guru guru
kita yang tentunya lebih arif dan penuh kebijaksanaan dalam memberikan ilmu
pengetahuan berdasarkan luasnya pemikiran mereka. Mbah google boleh saja menyediakan setiap informasi yang kita
inginkan dalam sekejap, namun tanpa guru maka ilmu yang kita peroleh akan
menjadi tanpa arah dan panduan yang benar, karena belum tentu semua informasi
mbah google dan kawaan kawan itu benar.
Berangkat dari keprihatianan akan sikap
para pelajar (termasuk diri Saya
sendiri) sekarang yang cenderung sering melupakan peran penting
guru-gurunya, ditunjukkan dengan sifat dan akhlak yang tidak terpuji dalam
memperlakukan guru guru yang telah mendidiknya, maka disusunlah tulisan ini.
Tulisan ini dirangkum berdasarkan penelaahan beberapa literatur mencakup adab Murid
terhadap guru-gurunya berdasarkan tuntunan Alquran dan Hadist juga berdasarkan
etika budaya ketimuran. Semoga tulisan ini bermanfaat terutama untuk penulis
sendiri dan juga bagi seluruh rekan rekan yang sedang berjuang menyelesaikan
studi di bidang apapun sehingga menjadi orang yang ber-IPTEK handal dan
ber-IMTAQ sempurna menjadi kebanggaan orangtua, keluarga, guru-guru kita,
bangsa dan Negara.
ETIKA MURID TERHADAP
GURU
Dalam interaksi antara murid dengan
guru ada etika yang harus kita junjung. Etika berasal dari bahasa Yunani, ethos
(tunggal) atau ta etha (jamak) yang berarti watak, kebiasaan dan adat istiadat.
Pengertian ini berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri
seseorang maupun suatu masyarakat yang diwariskan dari satu generasi ke
generasi lain. Kemajuan pendidikan yang tidak hanya terpaku pada pengetahuan semata
namun juga etika yang berdampak positif untuk anak didik. Kemajuan sebuah
bangsa sangat berbanding lurus dengan kemajuan pendidikannya, rumusan ini
sangat bermakna mengingat pendidikan adalah pondasi perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari lemah menjadi
semangat, dari takut menjadi berani, semua ini merupakan implikasi dari
perkembangan pendidikan. Pendidikan merupakan ikhtiar yang strategis untuk
kemajuan bangsa, dan kemajuan bangsa harus ditopang dengan sumber daya manusia
yang stabil berakhlak mulia, bukan hanya tertera pada catatan yang terangkum di
kurikulum dan materi ajar, melainkan nilai-nilai mulia yang aplikatif
terinternalisasi dalam diri manusia.
Keberhasilan pendidikan dapat dilihat
dari perbaikan sikap dan perilaku peserta didik karena tujuan utama dari pendidikan
ialah memperbaiki kualitas manusia, maka pendidikan yang berhasil ialah
pendidikan yang menghasilkan manusia yang berpengetahuan dan berakhlak mulia. Ungkapan
Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh,
penanaman moralitas yang terintegrasi dalam proses pendidikan dan pengajaran
sedemikian penting, karena kecerdasan Intelektual tanpa dikawal kecerdasan
moral dan kecerdasan spiritual akan mengalami keterpurukan didalam diri. Mengingat
betapa pentingnya akhlak pada diri manusia, maka dilingkungan pendidikan merupakan
tempat yang bermakna untuk membentuk dan mempoles murid menjadi manusia yang berhasil dan bermartabat.
Konsep etika yang ditawarkan yang ditawarkan KH. Hasyim Asy’ari yakni murid harus
memiliki Etika terhadap Gurunya, yaitu :
1.
Seorang murid harus senantiasa dekat
dengan gurunya dan taat atas tuntunannya. Seorang murud yang baik, diibaratkan seperti pasien yang
taat pada dokter yang merawatnya, apa yang dianjurkan dokter, pasien dengan ikhlas melaksanakannya, karena
ada rasa kebutuhan yang amat sangat dalam diri seorang pasien, bisa kita
renungkan hal tersebut, jika seorang murid melakukan demikian, selalu merasa
membutuhkan ilmu dari gurunya, tentu akan membuat dekat antara murid dan gurunya dan ketika rasa dekat ini sudah mendalam
maka rasa taat akan sebatin didalam jiwanya dan tercermin pada etika yang baik
pula.
2.
Seorang murid harus senantiasa
mengingat kebaikan guru dan mendoakannya. Selalu berperasangka yang baik terhadap guru merupakan
salah satu cara memudahkan masuknya ilmu yang ditransfer, tidak akan ada rintangan
yang membatasi atau menghalangi proses pembelajaran, murid selalu merasa senang
dan rindu akan situasi dan kondisi kegiatan pembelajaran dikelas khususnya.
Ketika ini timbul dalam diri seorang murid maka dapat dipastikan proses
transfer ilmu akan berjalan dengan lancar. Disamping itu, kewajiban akan
mendoakan guru harus menjadi rutinitas bagi murid. Ironis sekali ketika seorang murid tidak
pernah mau mendoakannya akan kebahagiaan gurunya, yang telah berusaha
mentransferkan ilmu dengan berbagai harapan atas perubahan bagi pengetahuan dan
moralitas.
3.
Seorang murid harus senantiasa
mengikuti pembelajaran dengan baik dan bersungguh-sungguh. Dikatakan bersungguh dalam mengikuti
pembelajaran terlihat dari posisi duduk dan respon akan pertanyaan dan
pernyataan guru, bersungguh-sungguh adalah modal untuk berhasil memperoleh
ilmu, hindari perilaku yang dapat mengganggu kenyamanan dalam belajar. Bersungguh-sunggih
disini, bukan hanya berlaku di sekolah saja, namun bersungguh dan belajar dengan
baik juga harus diterapkan di rumah, ilmu yang didapat di sekolah harus selalu
terpatri di benak kita, baik secara pengetahuan maupun moral. Dalam belajar
juga memiliki tata cara yang efektif jika kita mau menerapakannya. Adapun tata
cara tersebut ialah : Menghafal pelajaran, hendaknya dilakukan pada akhir pertengahan
malam yakni menjelang subuh, Membaca,
pada pagi hari, Menulis pelajaran, pada siang hari, dan mengulang pelajaran
pada malam hari.Bermula dari hal yang kecil, lebih efektif dari dimulai dari
yang besar, kerana tahapan-demi tahapan akan dilalui dengan signifikan, merubah
kebiasaan yang baik harus dimulai dengan keikhlasan bagi para pemangku tanggungjawab,
semoga etika yang ditawarkan memberikan pembelajaran betapa pentingnya etika
bagi seorang murid demi keberhasilannya dalam menatap masa depan, ukuran keberhasilan
bukan hanya bersifat tertulis (angka nilai belajar) namun akhlak juga merupakan
titik ukur sebuah keberhasilan dalam pendidikan
TUGAS DAN ETIKA MURID
Dalam bahasa Indonesia, makna siswa,
murid, pelajar, dan peserta didik merupakan sinonim. Semuanya bermakna anak
yang sedang berguru (belajar, bersekolah), anak yang sedang memperoleh
pendidikan dasar dari suatu lembaga pendidikan. Dalam bahasa Arab, term peserta
didik (pelajar) diungkapkan dengan kata-kata tilmidz ( jamaknya talamidz,
talamidzah ) dan thalib (jamaknya thullab ), yang berarti mencari sesuatu dengan
sungguh-sungguh. Kedua istilah tersebut digunakan untuk menunjukkan pelajar
secara umum. Selain tilmdz dan murid, seseorang yang sedang menempuh pendidikan
diistilahkan juga dengan thalabab, al-‘ilm, muta’llim, thifl , dan murabba. Berdasarkan pada pengertian di
atas, dapat dikatakan bahwa anak didik merupakan semua orang yang belajar, baik
pada lembaga pendidikan secara formal maupun lembaga pendidikan non formal.
Keseluruhan istilah anak didik dalam perspektif
hadits mengacu pada satu pengertian, yaitu orang yang sedang menuntut ilmu,
tanpa membedakan ilmu agama atau ilmu umum. Karakteristik peserta didik dalam
perspektif hadits adalah: peserta didik menjadikan Allah sebagai motivator utama
dalam menuntut ilmu, mendalami pelajaran secara maksimal, mengadakan perjalanan
(rihlah, comparative study) dan melakukan riset, bertanggung jawab mengajarkan
ilmunya kepada orang lain, dan ilmu itu harus dimanfaatkan untuk kemaslahatan
umat dan agama. Tugas dan tanggung jawab murid adalah: mengutamakan ilmu yang
mempunyai kemaslahatan paling besar untuk agama umat dan kehidupan akhirat,
mengulangi pelajaran, ikut bertanggung jawab pada pendanaan pendidikan jika ia
mampu, mematuhi peraturan yang berlaku, mengutamakan menuntut ilmu dari pada
amalan sunat lainnya, dan lain-lain.
Karakteristik Murid dalam Perspektif
Hadits Secara fitrah, anak memerlukan
bimbingan dari orang yang lebih dewasa. Hal ini dapat dipahami dari
kebutuhan-kebutuhan dasar yang dimilki oleh setiap orang yang baru lahir, Allah
swt berfirman: Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan
tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan,
dan hati agar kamu bersyukur.”Dalam perspektif hadits, peserta didik mempunyai
karakteristik sebagai berikut: Peserta didik menjadikan Allah sebagai motivator
utama dalam menuntut ilmu. Senantiasa mendalami pelajaran secara maksimal, yang
ditunjang dengan persiapan dan kekuatan mental, ekonomi, fisik, dan psikis. “ Dari Abu Hurairah RA, ia berkata: Rasulullah SAW, telah
bersabda: Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada
orang mukmin yang lemah .”Senantiasa mengadakan perjalanan (rihlah, comparative study)
dan melakukan riset dalam rangka menuntut ilmu karena ilmu itu tidak hanya pada
satu majlis al-‘ilm , tetapi dapat dilakukan di tempat dan majelis-majelis
lain. Seorang murid harus memiliki rasa tanggung jawab Artinya : “ Dari Abu Hurairah RA. ia berkata:
Rasulullah SAW, telah bersabda: Barang siapa yang ditanyai suatu ilmu
pengetahuan, tetapi ia menyembunyikannya, maka Allah akan menyedikan baginya
kekangan dari api neraka di hari kiamat. Ilmu yang dimilikinya dapat
dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat.
Tugas dan Tanggung Jawab Murid Tugas
dan tanggung jawab dalam perspektif hadits, sebagai berikut: Dalam menuntut
ilmu mengutamakan ilmu yang paling besar kemaslahatannya untuk dirinya dan umat,
di dunia dan di akhirat. Senantiasa mengulangi pelajaran-pelajaran karena ia
beranggapan bahwa dengan pengulangan tersebut berarti ia telah melihat betapa
luas dan dalamnya ilmu yang dapat dikaji melalui ayat-ayat Allah, dan karena ia
selalu bertasbih. Mengadakan riset sebagai tindak lanjut dari proses belajar.
Mengajarkan kembali ilmu yang telah diperolehnya kepada orang
lain. Ilmu itu dimanfaatkan untuk kemaslahatan dan kesejahteraan umat. Ikut
menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan
dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku. Mematuhi semua
peraturan yang berlaku. Ikut memelihara sarana dan prasarana serta kebersihan,
ketertiban, dan keamanan di lingkungan satuan pendidikan. Belajar dengan
sungguh-sungguh dan mengutamakan menuntut ilmu dari amalan sunat lainnya.
Hak-hak Murid
1.
Mempelajari
dan mendapatkan ilmu sesuai dengan tingkat kemampuannya.
2.
Mendapatkan
perhatian dan kasih sayang secara wajar dari gurunya.
3.
Mendapatkan
kesempatan untuk maju dan berkembang seuai denga minat dan bakat yang dimilikinya.
4.
Mendapatkan
penghargaan atas prestasi yang diraihnya, baik materil maupun non materil.
5.
Mendapatkan
hukuman dan ganjaran yang dilandasi dengan kasih sayang.
6.
Mendapatkan
pengajaran, perhatian, kasih sayang, dan motivasi penuh terutama dari orang tuanya.
7.
Memperoleh
pendidikan yang tertuju pada pengembangan potensi fisik dan psikisnya.
ETIKA MURID TERHADAP
DIRINYA SENDIRI
Berniat ikhlas karena Allah semata. Sebelum memulai
pelajaran, siswa harus lebih dahulu membersihkan dirinya dari Segala sifat buruk
karena belajar itu termasuk ibadah, dan ibadah yang diterima Allah adalah
ibadah yang dilakukan dengan tulus ikhlas. Oleh karena itu, belajar yang
diniatkan bukan karena Allah akan sia-sia. Nabi SAW bersabda: artinya: “Sesungguhnya amal perbuatan itu
dilandasi atas niat ”Hendaknya
tujuan pendidikan itu karena takut kepada Allah SWT dan untuk mendekatkan diri kepada
Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda: Artinya : “ Pelajarilah ilmu karena sesungguhnya
mempelajarinya karena Allah adalah sebentuk takut kepada-Nya .”
Jangan meninggalkan
suatu mata pelajaran sebelum benar-benar menguasainya. Bersungguh-sungguh dan tekun
belajar, siang dan malam, dengan terlebih dahulu mencari ilmu yang lebih
penting.
Tawaddu’, iffah, sabar, dan
tabah, wara’, dan tawakal.
Disiplin dan selektif
memilih lingkungan (pendidikan). Islam sangat mengutamakan kedisiplinan, terutama penggunaan
waktu, bahkan Allah SWT bersumpah demi masa (waktu). Rasulullah SAW sendiri
mewaspadai betul waktu, sehingga beliau bersabda:“ Pergunakanlah lima kesempatan sebelum
datang lima kesempitan: sehatmu sebelum sakitmu, waktu lapangmu sebelum waktu
sempitmu, masa mudamu sebelum masa tuamu, masa kayamu sebelum masa miskinmu,
dan waktu hidupmu sebelum matimu. (H.R. Baihaqi). Kemudian murid juga selektif dalam membentuk lingkungan pergaulan,
karena lingkungan turut membentuk corak pendidikan, perilaku, dan pola pikir
seseorang. Seperti sabda Nabi SAW: Artinya:” Perumpamaan sahabat yang baik dan sahabat
yang buruk itu bagaikan pembawa misik (kasturi) dan penyulut api. Pembawa
kasturi terkadang memberi kepadamu atau kau membeli dirinya, atau (paling
tidak) kamu mencium bau harumnya. Adapun penyulut api, kalau tidak membakar
pakaianmu, maka kamu mendapat bau baranya”.
ETIKA MURID TERHADAP
GURUNYA
1.
Hendaklah
murid menghormati guru, memuliakan serta mengagungkannya karena Allah, dan
berdaya upaya pula menyenangkan hati guru dengan cara yang baik.
2.
Bersikap
sopan di hadapan guru, serta mencintai guru karena Allah.
3.
Selektif
dalam bertanya dan tidak berbicara kecuali setelah mendapat izin dari guru.
4.
Mengikuti
anjuran dan nasehat guru.
5.
Bila
berbeda pendapat dengan guru, berdiskusi atau berdebat lakukanlah dengan cara
yang baik.
6.
Jika
melakukan kesalahan, segera mengakuinya dan meminta maaf kepada guru.
7.
Hendaknya
murid memilih guru yang tidak hanya betul-betul menguasai bidangnya tetapi juga
mengamalkan ilmunya dan berpegang teguh kepada agamanya. Sabda Nabi SAW: Tidak
boleh menuntut ilmu kecuali dari guru yang amin dan tsiqah (mempunyai
kecerdasan kalbu dan akal) karena kuatnya agam adalah dengan ilmu”. Selain itu, Dalam kitab Ilmu wa
Adab al-‘Alim wa al- Muta’allim dikatakan bahwa sikap murid sama dengan sikap
guru, yaitu sikap murid sebagi pribadi dan sikap murid sebagai penuntut ilmu. Sebagai pribadi seorang murid harus bersih hatinya
dari kotoran dan dosa agar dapat dengan mudah dan benar dalam menangkap
pelajaran, menghafal dan mengamalkannya. Hal ini sejalan dengan sabda
Rasulullah SAW: “Ingatlah bahwa dalam jasad terdapat
segumpal daging, jika segumpal daging tersebut sehat, maka sehatlah seluruh perbuatannya,
dan jika segumpal daging itu rusak, maka rusaklah seluruh awalnya. Ingatlah
bahwa segumpal daging itu adalah hati.”
Selanjutnya menurut Imam
Ghazali, ada sepuluh kriteria yang harus diupayakan oleh anak didik,
diantaranya yaitu:
1.
Sebelum
memulai proses belajar, anak didik harus terlebih dahulu menyucikan jiwa dari perangai
buruk dan sifat tercela.
2.
Semampu
mungkin anak didik harus menjauhkan diri dari ketergantungan terhadap dunia.
3.
Anak
didik harus selalu bersikap rendah hati, memperhatikan instruksi dan arahan
pendidik, dan mampu mengontrol emosinya.
4.
Anak
didik harus menghindarkan diri dari suasana perdebatan yang membingungkan.
5.
Seorang
anak didik harus mmpunyai semangat mempelajari semua ilmu pengetahuan yang
layak dipelajari sebagai konsekuensi adanya keterkaitan antardisiplin ilmu
pengetahuan.
6.
Anak
didik harus belajar secara gradual. Ia perlu menentukan skala prioritas ilmu
pengetahuan dengan mengacu kepada manfaatnya, dalam hal ini adalah ilmu agama.
7.
Anak
didik harus memahami hirarki ilmu pengetahuan.
8.
Anak
didik harus memahami nilai ilmu pengetahuan yang dipelajari dan menentukan mana
yang lebih utama dari yang lain.
9.
Anak
didik mempunyai orientasi atas pendidikannya; tujuan jangka pendek, yaitu memperbaiki
dan membersihkan jiwanya; sedangkan orientasi jangka panjang adalah mendekatkan
diri pada Allah swt dan berusaha menaikkan derajatnya setara dengan malaikat.
10. Anak didik harus hati-hati dalam
memilih sosok pendidik demi kelangsungan proses belajar yang positif.
MENANAMKAN ETIKA MURID
PADA DIRINYA
Perkara yang tampaknya sepele, tetapi
paling sulit kita tegakkan adalah niat ikhlas karena Allah SWT dan bertujuan hanya
untuk meraih ridha-Nya. Padahal niat merupakan perkara penting yang dengannya
nilai amal ditentukan. Begitu pula dalam menuntut ilmu, niat merupakan aspek
tak terlihat yang sangat berpengaruh terhadap apa yang akan mereka peroleh
selama belajar. Itu sebabnya, pendidik harus senantiasa mengingatkan mereka
dengan penuh kesungguhan dan kreativitas. Seorang pendidik membangun niat pada peserta
didik agar mereka siap menjadi murid, yakni pribadi yang secara aktif
berkeinginan sangat kuat terhadap kebaikan, kebenaran dan ilmu. Bukan sekadar
mendengar, menerima dan mengingat atau mencerna saja. Sejak kapan kita kenalkan
anak dengan masalah niat? Sejak jenjang paling awal pendidikan mereka. Lalu
kita berusaha menumbuhkan pada diri mereka niat ikhlas itu tahap demi tahap.
Kita menumbuhkan, membangun, menguati, dan merawat niat itu dengan penuh
kesungguhan karena niat merupakan masalah yang paling menentukan.
Pada saat yang sama, kita perlu kreatif
dalam menata niat pada diri murid-murid kita karena sesuatu yang bersifat rutin
untuk jangka panjang akan terasa hambar jika kita ingatkan dengan cara yang
sama setiap saat. Mari kita ingat sejenak sabda Nabi SAW tentang betapa
pentingnya niat, “Sesungguhnya
amal perbuatan itu bergantung pada niatnya. Sesungguhnya setiap orang itu
mendapat sesuai dengan apa yang ia niatkan. Barangsiapa berhijrah karena Allah
dan Rasul-Nya, maka pahala hijrahnya adalah pahala hijrah karena Allah dan
Rasul-Nya. Barangsi¬apa berhijrah karena ingin mendapat dunia atau karena
wanita yang akan ia nikahi, maka ia hanya akan men¬dapatkan apa yang dituju.” (Riwayat Bukhari & Muslim).
Khusus terkait niat menuntut ilmu,
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa mencari ilmu yang seharusnya ditujukan untuk
mengharap wajah Allahlalu tidaklah dia mempelajarinya melainkan untuk mencari
keuntungan dunia, maka dia tidak akan mencium aroma surga.” (Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Ibnu
Majah & Al-Hakim). Maka betapa celaka orang yang bertekun-tekun menuntut
ilmu tapi salah niat, meski yang ia tekuni adalah ilmu dien. Padahal menuntut
ilmu merupakan jalan yang memudahkan seseorang meraih surga, sebagaimana sabda Nabi,
“Dan barangsiapa yang meniti jalan
untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (Riwayat Muslim). Lihatlah, betapa
berbedanya. Sama ilmu yang dipelajari, tetapi beda niat yang menggerakkannya, beda
pula nilainya di sisi Allah. Jika niat mencari ilmu lurus dan bersih karena
Allah SWT, maka baginya ilmu yang penuh berkah; ilmu yang membawa kebaikan bagi
yang menguasainya dan bahkan bagi orang lain.
Lurusnya niat dan kuatnya tekad
berpengaruh besar terhadap pribadi murid agar siap berpayah-payah mengejar ilmu.
Apa yang mereka dapati di kelas dan berbagai majelis ilmu boleh jadi tidak
menyenangkan, cara mengajar guru datar-datar saja, tetapi mereka mampu
menikmati proses mencari ilmu tersebut bersebab lurusnya niat dan kuatnya
tekad. Pertanyaannya, apakah yang kita lakukan untuk menumbuhkan, membangun,
merawat, dan menguatkan niat anak didik kita? Atau sudahkah kita tumbuhkan kesadaran
pada diri mereka tentang niat mencari ilmu? Merupakan tugas guru untuk
menumbuhkan pada diri anak kesadaran untuk mengerahkan kecerdasannya secara
optimal dalam menyerap ilmu dan mengambil manfaat dari penjelasan guru.
Pada saat yang sama, guru secara
serius dan terencana membangkitkan semangat murid untuk belajar; bukan semata mengajar
dengan cara menarik, tetapi terutama bagaimana murid memiliki semangat yang tak
putus-putus, meski terik matahari sedang menyengat. Tugas guru menumbuhkan semangat
dalam diri anak. Bukan sekadar karena suasana
yang kondusif. Dan ini perlu dilakukan di awal anak masuk sekolah, lalu
merawatnya hingga masa-masa berikutnya sehingga anak yang semula tidak
bergairah di kelas, berubah menjadi sangat merindukan belajar bersama guru.
Jika semangat belajar sudah tumbuh dengan baik, maka bekal berikutnya yang
harus ditanamkan oleh guru adalah kesediaan murid untuk bersungguh-sungguh
dalam menuntut ilmu. Inilah bekal awal yang perlu mendapat perhatian utama dari
guru dan lembaga pendidikan.
Di antara bentuk kesungguhan itu adalah
kesediaan murid untuk mendahulukan kepentingan pembiayaan belajar daripada
pemenuhan keinginan atau bahkan kebutuhan yang lain. Ini bukan berarti
keberhasilan sekolah ditentukan oleh biaya yang mahal, tetapi lebih kepada bagaimana
murid bersedia menyisihkan uangnya untuk menuntut ilmu lebih daripada pemenuhan
keinginan terhadap makanan, pakaian, dan lainnya. Terkait dengan ini, ada tugas
penting yang perlu dilakukan oleh guru bersama lembaga pendidikan untuk
membekali murid dengan kemampuan men-tasharruf-kan harta dengan tepat sesuai
tuntunan syariat.
Wujud lain kesungguhan menuntut ilmu adalah
kesediaan meluangkan waktu yang lama dalam belajar. Kesadaran bahwa tiap-tiap
ilmu memerlukan waktu panjang untuk menguasainya dengan benar-benar matang juga
penting dalam menjaga semangat. Jika kesadaran itu ada, maka murid akan lebih
mampu bersabar. Mereka tidak cepat putus asa. Pada akhirnya, kita harus
menanamkan keinginan yang kuat pada diri murid agar bersahabat dengan guru,
yakni berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menghormati guru, mendengarkan
dengan penuh perhatian dan menjadikan guru ridha kepadanya. Inilah penentu
sukses pendidikan. Selaras dengan itu, guru pun bertanggung-jawab menjadikan
murid memiliki penghormatan yang tulus. Guru harus menanamkan sikap ini bukan
karena menginginkan penghormatan, tetapi karena sadar betul bahwa ia harus
menyiapkan murid untuk memiliki bekal sukses dalam menuntut ilmu, yakni menghormati
guru.
AKHLAK MURID KEPADA
GURU MENURUT AGAMA
Guru adalah orang tua kedua, yaitu
orang yang mendidik murid-muridnya untuk menjadi lebih baik sebagaimana yang
diridhoi Allah SWT. Sebagaimana wajib hukumnya mematuhi kedua orang tua, maka
wajib pula mematuhi perintah para guru selama perintah tersebut tidak bertentangan
dengan syariat agama. Di antara akhlak kepada guru adalah memuliakan, tidak
menghina atau mencaci-maki guru, sebagaimana sabda Rasulullah SAW : “Tidak termasuk golongan
kami orang yang tidak memuliakan orang yang lebih tua dan tidak menyayangi
orang yang lebih muda.” ( HSR.Ahmad dan At-Tirmidzi )
Di antara akhlaq kepada guru adalah mendatangi
tempat belajar dengan ikhlas dan penuh semangat, sebagaimana sabda Rasulullah SAW
: “Barangsiapa menempuh jalan dalam
rangka menuntut ilmu padanya, Alloh
mudahkan baginya dengannya jalan menuju syurga.” ( HR. Ahmad,Muslim, Abu Dawud,
At-Tirmidzi dan Ibnu Majah ) Di antara akhlaq kepada guru adalah datang ke tempat
belajar dengan penampilan yang rapi, sebagaimana sabda Rasulullah SAW : “Sesungguhnya Alloh itu indah dan suka kepada keindahan.”( HR. Ahmad, Muslim dan Al-Hakim ) .
Di antara akhlaq kepada guru yaitu
diam memperhatikan ketika guru sedang menjelaskan, sebagaimana hadits Abu Said
Al-Khudri ra :“Orang-orang
pun diam seakan-akan ada burung di atas kepala mereka.” ( HR. Al-Bukhori ) Imam Sufyan
Ats-Tsauri rohimahulloh berkata : “Bila kamu melihat ada anak muda yang bercakap-cakap padahal
sang guru sedang menyampaikan ilmu, maka berputus-asalah dari kebaikannya, karena
dia sedikit rasa malunya.”( AR. Al-Baihaqi dalam Al-Madkhol ilas-Sunan ).
Di antara akhlaq kepada guru adalah
bertanya kepada guru bila ada sesuatu yang belum dia mengerti dengan cara baik.
Alloh berfirman :“Bertanyalah
kepada ahli dzikr ( yakni para ulama ) bila kamu tidak tahu.”( Qs. An-Nahl : 43 dan Al-Anbiya’ : 7 ) Rasulullah SAW bersabda :“Mengapa mereka tidak bertanya ketika
tidak tahu ? Bukankah obat dari ketidaktahuan adalah bertanya ?” ( HSR. Abu Dawud ) Dan menghindari
pertanyaan-pertanyaan yang tidak ada faedahnya, sekedar mengolok-olok atau yang
dilatarbelakangi oleh niat yang buruk, oleh karena itu Alloh berfirman : “Wahai orang-orang yang beriman,
janganlah kalian menanyakan sesuatu yang bila dijawab niscaya akan menyusahkan
kalian.” (
Qs. Al-Maidah : 101 ) Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya orang muslim yang paling besar dosanya adalah
orang yang bertanya tentang sesuatu yang
tidak diharamkan, lantas menjadi diharamkan lantaran pertanyaannya itu.” ( HR.Ahmad, Al-Bukhori dan Muslim )
Ketika bertanya mestinya dilakukan
dengan cara dan bahasa yang bagus. Berkata Imam Maimun bin Mihron : “Pertanyaan yang bagus menunjukkan
separuh dari kefahaman.” ( AR. Al-Khothib Al-Baghdadi dalam Al-Jami’ ) Di antara akhlaq kepada guru
adalah menegur guru bila melakukan kesalahan dengan cara yang penuh hormat,
sebagaimana sabda Rasulullah : “Agama adalah nasihat.” Kami ( Shahabat ) bertanya : “Untuk siapa ?” Beliau menjawab : “Untuk menta’ati Alloh, melaksanakan Kitab-Nya, mengikuti
Rosul-Nya untuk para pemimpin kaum muslimin dan untuk orang-orang umum.” ( HR.Ahmad, Muslim, Abu Dawud,
At-Tirmidzi dll )
Akhlak Kepada Guru
Beberapa contoh etika murid terhadap guru (Mu’allim), diantaranya adalah sebagai
berikut :
1.
Seorang
murid hendaklah hormat kepada guru, mengikuti pendapat dan petunjuknya.
2.
Seorang
murid hendaklah memberi salam terlebih dahulu kepada guru apabila menghadap atau
berjumpa dengan beliau.
3.
Seorang
murid hendaklah memandang gurunya dengan keagungan dan meyakini bahwa gurunya itu
memiliki derajat kesempurnaan, sebab hal itu lebih memudahkan untuk mengambil
manfaat dari beliau.
4.
Seorang
murid hendaklah mengetahui dan memahami hak-hak yang harus diberikan gurunya dan
tidak melupakan jasanya.
5.
Seorang
murid hendaklah bersikap sabar jika menghadapi seorang guru yang memiliki
perangai kasar dan keras.
6.
Seorang
murid hendaklah duduk dengan sopan di hadapan gurunya, tenang, merendahkan
diri, hormat sambil mendengarkan, memperhatikan, dan menerima apa yang
disampaikan oleh gurunya.
7.
Jangan
duduk sambil menengok kanan kiri kecuali untuk suatu kepentingan.
8.
Seorang
murid hendaklah ketika mengadap gurunya dalam keadaan sempurna dengan badan dan
pakaian yang bersih.
9.
Seorang
murid hendaklah jangan banyak bicara di depan guru ataupun membicarakan hal-hal
yang tidak berguna.
10. Seorang murid hendaklah jangan
bertanya dengan tujuan untuk mengujinya dan menampakkan kepandaian kepada guru.
11. Seorang murid hendaklah jangan
bersenda gurau di hadapan guru
12. Seorang murid hendaklah jangan
menanyakan masalah kepada orang lain ditengah majlis guru.(menyela
pembicaraan).
13. Seorang murid hendaknya tidak banyak
bertanya, apalagi jika pertanyaan itu tidak berguna.
14. Jika guru berdiri, Seorang murid
hendaklah ikut berdiri sebagai penghormatan kepada beliau.
15. Seorang murid hendaklah tidak
bertanya suatu persoalan kepada guru ketika sedang di tengah jalan.
16. Seorang murid hendaklah tidak
menghentikan langkah guru di tengah jalan untuk hal-hal yang tidak berguna.
17. Seorang murid hendaklah tidak
berburuk sangka terhadap apa yang dilakukan oleh guru ( guru lebih mengetahui
tentang apa yang dikerjakannya).
18. Seorang murid hendaklah tidak
mendahului jalannya ketika sedang berjalan bersama. Ketika guru sedang memberi
penjelasan/berbicara hendaklah murid tidak memotong pembicaraannya. Kalaupun
ingin menyanggah pendapat beliau maka sebaiknya menunggu hingga beliau selesai
berbicara dan hendaknya setiap memberikan sanggahan atau tanggapan disampaikan
dengan sopan dan dalam bahasa yang baik.
19. Apabila ingin menghadap atau bertemu
untuk sesuatu hal maka sebaiknya murid memberi konfirmasi terlebih dahulu
kepada guru dengan menelepon atau mengirim pesan, untuk memastikan
kesanggupannya dan agar guru tidak merasa terganggu.
20. Murid haruslah berkata jujur apabila
guru menanyakan suatu hal kepadanya.
21. Seorang murid hendaklah menyempatkan
diri untuk bersilaturahim ke rumah guru di waktu-waktu tertentu, sebagai bentuk
rasa sayang kita terhadap beliau.
22. Meskipun sudah tidak dibimbing lagi
oleh beliau ( karena sudah lulus) murid hendaklah tetap selalu mengingat
jasanya dan tetap terus mendoakan kebaikan –kebaikan atas mereka. Bagaimanapun
juga guru merupakan orang tua kedua kita setelah orang tua kita yang di rumah.
Mereka adalah orang tua kita saat kita berada di luar rumah. Jadi sebagaiman
kita menghormati orang tua kandung kita, maka kitapun juga harus menghormati
guru kita. Sebagaimana disyiratkan dalam sabda Rasulullah SAW : “Tidak termasuk umatku orang yang
tidak menghormati orang yang lebih tua dari kami, tidak mengasihi orang yang lebih kecil dari kami
dan tidak mengetahui hak orang alim dari kami.” (HR.Ahmad, Thabrani, dan Hakim dari Ubadah
bin Shamit Ra.) “Pelajarilah
oleh kalian ilmu, pelajarilah oleh kalian ilmu(yang dapat menumbuhkan) ketenangan,
kehormatan, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang yang kalian menuntut ilmu darinya.” (HR. Thabrani dari Abu Hurairah. Ra)
KEDUDUKAN GURU
Ada ungkapan “ Bapak Guru lebih mulia dari bapak kandung
“. Ibu Bapak itu mendewasakan dari
segi jasmani yang bersifat material, sedangkan Bapak/Ibu Guru mendewasakan dari
segi rohani yang bersifat spiritual dan universal. Para Guru, Ustadz, Ustadzah,
atau Mualim, Mursyid, selain mengantarkan kita menjadi orang yang beramal
sholih, mereka termasuk pewaris Nabi-Nabi,
justru merekalah penyalur pusaka dalam menjalankan syariat, akhlak, aqidah, dan
mereka pula contoh yang terdekat dengan kita. Berkaitan dengan hal tersebut,
Nabi bersabda : Ulama adalah penerima pusaka Nabi-Nabi. (HR.al-Tirmizi dan Abu
Daud). Sehubungan dengan hadist tersebut maka kita diperintahkan untuk
menghormati para Ulama, meski bukan Guru
kita. Begitupula dengan para Dai dan Muballigh selaku penyalur risalah kenabian,
yang kini disebut Dawah atau Kuliah Agama. Adapun Ulama yang sebenarnya adalah yang
berilmu, dan beramal dengan ilmunya itu, serta ilmudan amalanya tersebut sesuai
dengan Al- Qur’an
dan Hadist.
KEDUDUKAN MURID
Sabda Nabi Muhammad SAW : Perhatikanlah
perkataan orang yang wajib ditaati antara Ulil Amri kamu dan taatilah perintah mereka
meski yang menjadi Ulil Amri itu seorang budak sahaya asal Habsyi. (HR.
Bukhori) Ulil Amri itu adalah kepala pimpinan urusan, termasuk Guru, suami,
Pemerintah. Guru termasuk ulil amri karena mereka adalah pengganti ibu bapak
yang mengasuh kita dalam pengajaran dan pendidikan yang sangat menentukan
garis-garis kehidupan kita yang akan datang. Nabi SAW. bersabda, yang artinya: “barangsiapa menghormati guru berarti
ia menghormati Tuhannya.” (HR. Abu al-Hasan al-Mawardi) Sebab, Tuhan menyampaikan ilmu
kepada manusia lewat Nabi dan Rasul yang kemudian digantikan oleh ulama; dan
guru. Dalam kitab Ta’lim
al-Muta’alim
disebutkan sebagai berikut: “para pelajar tidak akan mendapat ilmu yang bermanfaat, bila
tidak menghormati ilmu dan memuliakan gurunya.”
HAK MURID DAN GURU
Dalam agama kita bukan hanya murid
saja yang diperintahkan untuk menghormati Gurunya, tetapi guru juga diharuskan
menghargai sang murid, baik itu pendapatnya maupun pribadinya, karena Nabi SAW
bersabda yang artinya : “Hargailah orang-orang yang kamu ajar. (HR. Abul Hasan
al-Mawardi) Maksud hadist ini adalah agar sang murid memperoleh perlakuan yang
baik, wajar dari guru/ustadz secara adil dan mengandung pendidikan tanpa
pandang bulu, atau memendang siapa orang tuanya, anak siapa dia, golongan apa
orang tuanya, ada hubungan apa dengannya suku atau bangsa mana dia. Guru adalah
teladan bagi murid-muridnya, sehingga apabila sekalipun bersifat acuh tak acuh,
bersikap angkuh, dan sinis atau cengis, sungguh itu akan melahirkan sifat
dendam dan kebencian yang terpendam dijiwa murid-muridnya. Syarat pertama
kesuksesan guru mendidik anak muridnya ialah menanamkan kepercayaan dan rasa
cinta serta simpatiknya, maka sekali-kali jangan mengharap remeh terhadap murid.
Dalam sebuah hadist riwayat
al-Baihaqi Nabi SAW bersabda : “Siapa yang merendahkan gurunya, akan ditimpakan Allah
kepada-Nya tiga bala : 1. Sempit rezekinya; 2. Hilang manfaat ilmunya; 3.
Keluar dari dunia ini tanpa iman (wafat). Dari hadist ini, kita dilarang
meringan ringankan guru, apalagi menghina, mencela atau menyakiti, baik secara
langsung maupun secara tidak langsung. Walaupun guru sekarang berputar jadi
murid kita, sebab walau bagaimanapun ‘Alimnya atau pandainya kita sekarang, yang namun Guru adalah
juga sebagai ayah dari sebagaian ‘Ilmu kita. Sebab, gurulah pada waktu silam yang membekali dan
menuntun kita saat kita masih buta dengan ilmu pengetahuan, mereka orang
pertama yang mengajari kita dalam mengatur cara berfikir, berpakaian dan lain-lain.
Celakalah orang yang tidak menginsyafi budi baik gurunya dan lupa pada jasa-jasa
mereka dari kecil hingga kita dewasa. Bahkan dari dunia hingga keakhirat kelak.
PENUTUP
Kehebatan dan
kepintaran seorang murid tidaklah sempurna jika yang bersangkutan tidak taat
beribadah kepada Allah SWT dan tidak memiliki akhlak yang mulia (durhaka)
terhadap orangtua dan guru-guru yang telah senantiasa mendidiknya. Semoga Allah
SWT senantiasa merahmati kita semua dengan ilmu yang bermanfaat dan senantiasa
menghiasi diri kita dengan akhlak yang mulia. Amin ..amin Ya Robbal A’alamiin.
DAFTAR REFERENSI
1.
Yusnizan, M.Pd.I.
Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) SD-SMP N 13 SATU ATAP Tanjungpinang Abuddin,
Nata, Pendidikan Dalam Persepektif Hadits , (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005,
Cet. Ke-I, hl.249-260.
2.
Abudin, Nata,
Persepektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru-Murid , (Jakarta: Rajawali
Press,2001), Cet. Ke-1, hl.102
3.
Asrorun, Ni’am
Sholeh, Reorientasi Pendidikan Islam , (Jakarta: Elsass, 2006), Cet. Ke-3, hl.75-77.
4.
ilyas, Yanahar,
Kuliah Islam , Yogyakarta: Lppl-UMY hasan, Ali, Masail fiqhiyah al-haditsah,
Jakarta: PTGrafindo Persada, 2003.
5.
Buku pelajaran
Akhlak, Yogyakarta: Madrasah Mu’allimin-Mu’allimat
Yogyakarta.
6.
Delsajoesafira.blogspot.com/2010/04/akhlak-anak-terhadap-orang-tua-dan.html
akie al-Kaaf, Abdullah, Etika Islami, Bandung : Pustaka Setia, 2002.
7.
Hamdani,
Adz-Dzakiey, Psikologi Kenabian, Yogyakarta: al-Manar, 2008.
Jakarta, Jum’at 28 Maret 2014
Komentar
Posting Komentar